Ikan Gurame |
Potensi sektor perikanan di indonesia berasal dari
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Data produksi perikanan Indonesia
dari tahun 2001-2007 menunjukkan bahwa sektor produksi perikanan tangkap
memiliki kontribusi yang cukup besar. Jumlah produksi perikanan tangkap jauh
berbeda dengan perikanan budidaya. Produksi ikan di Indonesia dari
sektor penangkapan mencapai 70 % dari total produksi perikanan di Indonesia. Hal
ini menunjukkan bahwa sektor perikanan banyak berkembang di daerah pantai
dengan profesi masyarakat pada umumnya sebagai nelayan. Jumlah produksi ikan
budidaya masih kalah dengan perikanaan tangkap. Hal ini dikarenakan proses
budidaya membutuhkan waktu yang lama dan perawatan yang intensif sedangkan
perikanan tangkap hanya mengandalkan hasil tangkapan di laut. Total produksi
perikanan di Indonesia dari tahun 2001-2007 ini mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Rata-rata peningkatan setiap tahunnya sebesar 7 persen. Peningkatan
jumlah produksi perikanan di Indonesia ini diiringi dengan peningkatan produksi
perikanan tangkap sebesar 2 persen dan peningkatan rata-rata produksi perikanan
budidaya yang mencapai 20 persen. Dari hasil analisa tersebut dapat diketahui
bahwa peningkatan rata-rata produksi ikan budidaya lebih besar dibandingkan
dengan peningkatan rata-rata produksi perikanan taangkap. Peningkatan rata-rata
produksi perikanan tangkap ini dipengaruhi oleh semakin meningkatnya minat
masyarakat untuk melakukan usaha budidaya perikanan.
Tabel 1. Data Produksi Perikanan
Indonesia tahun 2001-2007
Tahun
|
Produksi
|
Total
|
|
Budidaya
|
Penangkapan
|
||
(Ton)
|
(Ton)
|
||
2001
|
1.076.750
|
4.267.720
|
5.344.470
|
2002
|
1.137.153
|
4.378.495
|
5.515.648
|
2003
|
1.224.195
|
4.691.796
|
5.915.991
|
2004
|
1.468.610
|
4.651.121
|
6.119.731
|
2005
|
2.163.674
|
4.705.868
|
6.869.542
|
2006
|
2.682.596
|
4.769.160
|
7.451.756
|
2007
|
3.088.800
|
4.940.000
|
8.028.800
|
Menurut Media Indonesia (Rabu, 04 April 2007), Potensi produksi perikanan Indonesia mencapai 65 juta ton per tahun. Dari potensi tersebut hingga saat ini dimanfaatkan sebesar 9 juta ton. Namun, potensi tersebut sebagian besar berada di perikanan budidaya yang mencapai 57,7 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan 2,08%. Sedangkan potensi perikanan tangkap (laut dan perairan umum) hanya sebesar 7,3 juta ton per tahun dan telah dimanfaatkan sebesar 65,75%. Dilihat dari data tersebut menunjukkan bahwa potensi perikanan budidaya sangatlah besar tetapi baru dimanfaatkan sangat kecil sekali tidak sebanding dengan potensi yang mampu dihasilkan. Produksinya pun masih jauh berbeda dengan perikanan tangkap.
Salah
satu kegiatan perikanan budidaya adalah budidaya ikan air tawar. Pembudidayaan
ikan air tawar biasanya dilakukan di kolam, empang atau tambak. Jenis ikan air
tawar yang populer di Indonesia diantaranya adalah ikan lele, ikan gurame, ikan
mujair, ikan nila dan ikan bawal. Ikan gurame merupakan jenis ikan air tawar
yang paling unggul dibandingkan jenis ikan tawar lainnya, seperti ikan mas,
tawes, nila atau mujair. Salah satu keunggulanya adalah rasanya yang enak,
sehingga banyak digemari konsumen ikan air tawar. Selain itu, harganya tinggi
dan paling mahal, namun permintaannya pun tinggi. Permintaan terhadap ikan
gurame datang dari kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Harga jual ikan
gurame cenderung stabil dan terus meningkat. (Perdana, 2007). Ikan gurame
termasuk ikan yang lambat pertumbuhannya. Namun, dikarenakan harganyaa yang
dapat dikatakan masih mendominasi pasaran dibandingkan dengan jenis ikan tawar lain,
pada umumnya para pembudidaya
ikan tidak terlalu mempermasalahkan pertumbuhannya yang lambat (Susanto, 2002).
Produksi ikan gurami
di Indonesia dalam tiga tahun terakhir mengalami kenaikan berturut-turut dari
9.004 ton, 9.327 ton dan 13.339 ton masing-masing untuk tahun 1998,1999 dan
2000. Peningkatan produksi ini menunjukkan adanya permintaan gurame yang
meningkat dan semakin banyak masyarakat yang berminat membudidayakan ikan
gurame. Produksi ikan gurami terbesar ada di Pulau Jawa, dengan proporsi
produksi lebih dari 70% dari produksi nasional. Adapun provinsi yang
menghasilkan ikan gurami terbesar adalah provinsi Jawa Tengah dengan jumlah produksi
sebesar 4.594 ton pada tahun 2000. Sedangkan provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat
berturut-turut menghasilkan ikan gurami sebanyak 2.616 ton dan 2.317 ton (http://sipuk.bi.go.id).
Tabel 2. Produksi
Ikan Gurami dari Kolam di Indonesia di beberapa Provinsi di pulau Jawa (dalam
ton)
No
|
Provinsi
|
Tahun
|
||
1998
|
1999
|
2000
|
||
1
|
DKI Jakarta |
223
|
214
|
252
|
2
|
Jawa Barat |
2019
|
1979
|
2317
|
3
|
Jawa Tengah |
2962
|
2588
|
4597
|
4
|
DI Yogyakarta |
110
|
163
|
476
|
5
|
Jawa Timur |
1888
|
1822
|
2616
|
Sumber http://sipuk.bi.go.id
Ikan Gurame
Ikan gurame (Osphoronemus gouramy ) termasuk dalam
kelompok ikan air tawar. Ikan ini memiliki nilai ekonomis penting dan telah
dibudidayakan sebagaimana jenis ikan ekonomis lainnya, seperti ikan mas, lele,
nilem, patin, tambakan, nila, tawes, jelawat, udang galah dan lobster air tawar
(Saparinto, 2008).
Ikan Gurame |
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub-kelas : Teleostei
Ordo : Labyrinthici
Sub-ordo : Anabantoidea
Famili : Anabantidae
Genus : Osphronemus
Spesies :
Osphronemus gouramy
Gurame tersebar ke seluruh kepulauan di Indonesia dan
negara tetangga sebagai ikan budidaya yang berasal dari Jawa. Di Jawa budidaya
ikan gurame sudah lama akrab di kalangan penduduk pedesaan. Budidaya gurame
untuk menghasilkan benih maupun ikan konsumsi telah tersebar luas di Jawa Barat
(Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Parung, Bogor, Cipanas, Indramayu), Jawa Tengah
(Purwokerto, Magelang, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas), Jawa Timur
(Kediri, Tulung Agung, Blitar), Bali (Karang Asem). Di Sumatera budidaya gurame
berkembang di Mungo dekat Payakumbuh (Sumatera Barat). Di Sulawesi berkembang
di Airmadidi dekat Menado (Sulawesi Utara) (Sitanggang dan Sarwono, 2002;
Saparinto,2008).
Gurame memiliki banyak nama daerah, antara lain gurameh (Jawa Tengah dan Yogyakarta), gurame (Jakarta dan Jawa Barat), kalui (Jambi), kaluih (Sumatera Barat), kali
(Palembang dan Kalimantan). Sementara nama asingnya yaitu giant gouramy karena ukurannya yang
besar hingga bobotnya mencapai 5 kg lebih (Saparinto,2008).
Peternak
gurame di Bogor membedakan ada 6 macam varietas atau strain gurame berdasarkan
daya produksi telur, kecepatan tumbuh, ukuran atau bobot maksimal gurame
dewasa. Masing-masing adalah angsa (soang, geese
gourami), jepun (jepang, japonica), blue safir, paris, bastar (pedaging)
dan porselen. Empat terakhir banyak dikembangkan di Jawa Barat. Bagi orang awam
sulit membedakan tiap-tiap varietas tersebut. Selain enam strain tersebut,
berdasarkan warna terdapat gurame hitam, albino (putih), dan belang. Gurame
hitam paling banyak dijumpai, yang lain jarang. Gurame albino dan belang kurang
disukai, karena sangat lambat tumbuh (Sitanggang dan Sarwono, 2002). Gurame
soang merupakan gurame yang diduga asli dari Indonesia. Gurame soang memiliki
keunggulan pada pertumbuhannya yang lebih cepat besar dan produktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan gurame jenis lain (Saparinto,2008).
Sitanggang dan Sarwono (2002) menyebutkan bahwa di alam,
gurame mendiami perairan yang tenang dan tergenang seperti rawa-rawa, situ dan
danau. Di sungai yang berarus deras, jarang dijumpai gurame. Kehidupannya yang
menyukai perairan bebas arus itu terbukti, ketika gurame sangat mudah
dipelihara di kolam-kolam tergenang. Gurame dapat hidup di sungai, rawa, telaga
dan kolam air tawar. Gurame dapat menyesuaikan diri pada air yang agak payau
dan agak asin. Namun menurut Saparinto (2008), meskipun mempunyai daya adaptasi
yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, gurame lebih cocok hidup di perairan
tawar. Perairan paling optimal untuk budidaya adalah terletak pada ketinggian
50-400 meter diatas permukaan laut. Ikan ini masih bertoleransi sampai pada
ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Suhu ideal untuk gurame adalah 240-280
C. Kedalaman air ideal antara 70-100 cm supaya sinar matahari dapat menyentuh
dasar kolam sehingga lapisan yang subur dapat berkembang. Untuk suatu kolam
budidaya yang produktif, pH terbaik adalah antara 6,5-8 (Sitanggang dan
Sarwono, 2002). Gurame memiliki kepekaan yang rendah terhadap senyawa-senyawa
beracun di dalam air. Kebanyakan ikan air tawar akan mati pada kadar
karbondioksida (CO2) terlarut sebesar 15 ppm tetapi ikan gurame
masih bisa bertahan pada kadar karbondioksida terlarut 100 ppm
(Saparinto,2008).
Pertumbuhan ikan gurame sangat lambat jika dibandingkan
jenis-jenis ikan budidaya lainnya seperti tombro (ikan mas), lele, dan nila.
Pertumbuhan gurame sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan (strain),
kesehatan, pakan, ruang hidup dan umur (waktu) (Sitanggang dan Sarwono, 2002).
Sedangkan menurut Saparinto (2008) pertumbuhan gurame dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam di antaranya keturunan
(genetik), seks, umur, serta parasit dan penyakit. Sementara faktor luar yang
berpengaruh secara dominan adalah pakan, suhu perairan dan faktor kimia
perairan. Hal-hal tersebut menjadi perhatian utama dalam pemeliharaan ikan
gurame supaya mendapatkan ikan gurame yang memiliki kualitas baik.
Menurut
Saparinto (2008) gurame termasuk ikan pemakan segala (omnivora). Larva gurame
yang masih kecil memakan binatang renik yang hidup sebagai perifiton. Namun
benih gurame lebih menyenangi larva serangga, crustaceae, zooplankton, dan
cacing sutra. Setelah besar, gurame berkecenderungan menjadi pemakan dedaunan
dari tumbuhan air. Pakan dan kebiasaan makan gurame bisa berubah sesuai dengan
keadaan lingkungan hidupnya. Dalam lingkungan yang berbeda, ikan lebih
bergantung atau berkorelasi dengan ketersediaan makan.
Setiap hari induk-induk gurame dapat diberi pelet dan
daun-daunan segar sabagai makanan pokok. Pemberian pakan per hari kurang lebih
10% dari berat badan total. Pakan paling ideal untuk pertumbuhan ikan adalah
berkadar protein 40%. Macam-macam
daun yang dapat diberikan kepada gurame adalah daun pepaya (Carica papaya), keladi (Colocasia
esculenta), ketela pohon (Manihot utilissima), genjer (Limnocharts flava), kangkung (Ipomea
reptans), ubi jalar (Ipomea batatas), ketimun (Cucumis
sativus), labu (Curcubita moschata), dan dadap (Erythrina)
(Sitanggang dan Sarwono, 2002).
Ikan
gurame juga memiliki kebiasaan makan yang lebih menyukai sifat yang cenderung
ke arah aktif pada kondisi menjelang gelap. Ikan gurame juga menyukai pakan
yang berada di permukaan (Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2003)
Pembesaran ikan gurame dari benih sampai menjadi ikan
konsumsi dapat dilakukan di kolam khusus, kolam campuran, maupun kolam campuran
terpadu (Sitanggang dan Sarwono, 2002). Masing-masing kolam memiliki kriteria
tersendiri dalam pemeliharaannya.
Pembesaran
Gurami di Kolam Khusus (Monokultur)
Menurut Sitanggang dan Sarwono (2002) pembesaran ikan
gurame pada kolam khusus dilakukan tersendiri tanpa dicampur ikan jenis lain.
Benih yang ditaanam sudah cukup besar, berumur sekitar dua bulan dengan panjang
sekitar 10-15 cm. Namun ukuran benih ini juga menyesuaikan dengan jumlah benih
yang ditebar dalam kolam. Kolam dengan luasan sebesar 1400 m2 diperlukan benih
tebar sebanyak 500 ekor dengan ukuran 8-11 cm, atau 400 ekor dengan ukuran
benih berukuran 14-18 cm, atau 300 ekor jika ukuran benih 20-25 cm.
Pembesaran ikan gurame pada kolam khusus biasanya kurang
menguntungkan dikarenakan pertumbuhannya yang agak lambat (Sitanggang dan
Sarwono, 2002). Pertumbuhan yang agak lambat ini akan memperlambat pula masa
panen ikan untuk konsumsi rumah tangga sehingga dinilai kurang menguntungkan.
Namun menurut Saparinto (2008) dengan sistem monokultur, budidaya dapat lebih
terkonsentrasi hanya pada satu ikan saja, padat penebaraan lebih optimal, dan
pertumbuhan gurame tidak terganggu ikan lain.
Pembesaran Ikan Gurame di Kolam Campuran (Polikultur)
Di kolam
campuran, ikan gurame bisa dipelihara bersama ikan lain seperti tawes (Puntius gonionotus), ikan mas (Cyprinus carpio), tambakan (Helostoma teminciki), nilem (Osteochilus hasselti), mujair (Tilapia nilotica) atau lele (Clarias batrachus) (Sitanggang dan
Sarwono, 2002). Menurut petani Jawa Barat dalam Sitanggang dan Sarwono (2002)
menyebutkan bahwa pemeliharaan ikan gurame bersama dengan ikan konsumsi lain
lebih menguntungkan dibanding pada kolam khusus. Kombinasi budi daya gurame
dengan ikan mas dan tambakan akan memberikan nilai tambah karena sifat makan
ketiga jenis ikan ini berbeda. Kotoran gurami dapat memupuk perairan sehingga
plankton akan tumbuh subur dan menjadi santapan lezat bagi tambakan, sedangkan
kotoran gurame dapat dimakan langsung oleh ikan mas. Berdasarkan hasil
percobaan, kombinasi campuran ikan gurame dengan nila, ternyata tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan gurame. Semakin banyak nila di sekitar gurame,
semakin berkurang kecepatan tumbuh gurame. Sementara kombinasi antara ikan
gurame, ikan mas dan tambakan ternyata lebih efisien karena sifat makan
masing-masing jenis ikan berbeda.
Namun
dalam melakukan pembudidayaan secara polikultur ini ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu ikan yang hendak dibudidayakan bersama gurame bukan ikan
yang rakus dan bukan karnivora (pemakan daging). Ikan yang rakus makannya akan
menjadi kompetitor gurami dalam mendapatkan pakan. Sementara aikan predator
dapat menjadi pemangsa gurame. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah ikan
yang dibudidayakan mempunyai tingkat pertumbuhan yang sama. Jangan sampai
beberapaa jenis ikan mendominasi pakan karena ukuran tubuhnya lebih besar
(Saparinto,2008).
Pembesaran Ikan Gurame di Kolam Campuran Terpadu
Menurut Sitanggang dan Sarwono (2002) pemeliharaan gurame
di kolam campuran terpadu adalah membesarkan gurame dan beberapa jenis ikan
lain bersama hewan lain seperti itik, ayam, domba, kelinci atau sapi. Kandang
ternak dibangun di atas kolam pemeliharaan ikan. Usaha seperti ini dapat
diperluas lagi keterpaduannya dengan usaha penanaman tumbuh-tumbuhan konsumsi
yang dapat tumbuh subur pada tanah yang berair, misalnya kangkung dan genjer.
Tumbuh-tumbuhan ini selain bisa dikonsumsi dapat bermanfaat pula sebagai bahan
pakan ikan. Sedangkan kotoran ikan dapat menjadi pupuk bagi tanaman tersebut.
Ada timbal balik yang saling menguntungkan, sekaligus hasil yang diperoleh
berlipat ganda dari lahan yang tidak terlalu luas.
Sumber:
- Perdana, Aditya Novian. 2007. Analisis Kelayakan Usaha Secara Partisipatif pada Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Gurame: Studi Kasus Kelompok Tani Tirta Maju Desa Situ Gede [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
- Saparinto, Cahyo. 2008. Panduan Lengkap Gurami. Jakarta: Penebar Swadaya.
- Sitanggang, M. , B. Sarwono. 2002. Budidaya Gurami. Jakarta: Penebar Swadaya.
- Susanto, Heru. 2002. Budidaya Ikan di Pekarangan. Jakarta: Penebar Swadaya.
3 komentar:
keren artikelnya, semoga dapat dijadikan sebagai rujukan budidaya ikan gurami yang berguna bagi pra petani
pakan gurame organik - kami menyediakan bibit azolla dengan harga murah dan tentu saja terjangkau, harga perkilo hanya 25 ribu.. siap kirim keluar kota dengan ekspedisi seperti jne, tiki, j & T, ekspedisi bus damri dan ALS. biaya ditanggung pembeli
bayu : 082378483036 WA
Joker Slot dicantumkan harganya gan
Posting Komentar